Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah-ruah, membentang di sepanjang pulau-pulau Nusantara yang jumlah lebih dari 17.000 pulau, dari Sabang sampai Merauke. Bukankah ini merupakan modal yang sangat besar dan potensial?
Memang, apabila kita lihat sekilas, modal berupa sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia di atas sangatlah besar dan potensial. Dan memang sudah seharusnya dengan modal tersebut Indonesia mampu memaksimalkan seluruh potensinya untuk tumbuh dan berkembang menjadi sebuah negara yang kaya, makmur, makmur, dan sejahtera. Sudah selayaknya apabila kemudian Indonesia muncul menjadi negara superpower, negara adikuasa.
Namun dalam kenyataannya apa yang menjadi idealitas seperti di atas belum terwujud hingga sekarang. Kenapa hal itu dapat terjadi? Apa permasalahannya?
Saat ini kita, bangsa Indonesia, sedang menghadapi era globalisasi, yang ditandai dengan muncul dan semakin massifnya teknologi informasi yang masuk di Indonesia. Era ini disebut era teknologi informasi. Barangsiapa yang tidak memiliki kemampuan di bidang ini, maka ia akan ketinggalan zaman. Misalnya HP. Sekarang ini kita dapat melihat bahwa hampir setiap orang dari segala lapisan masyarakat memilikinya. Bahkan telah muncul suatu keyakinan bahwa orang yang belum memiliki HP maka ia adalah orang yang gaptek. Kata teman saya:”Hari gini kagak punya hp?”. Artinya, pada era ini semua orang dari lapisan sosial manapun dituntut untuk mengikuti trend masa kini dalam hal teknologi informasi. Semua orang di dunia dituntut untuk mengikuti trend ini, termasuk di Indonesia. Tapi ini hanyalah satu sisi saja dari globalisasi, dan masih banyak sisi lain dari globalisasi.
Namun, apakah sebenarnya kaitan antara globalisasi yang sedang berlangsung sekarang ini dengan eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara?
Indonesia, sebagai sebuah negara, dituntut untuk mengikuti trend globalisasi. Salah satunya adalah apa yang disebut dengan good governance, yaitu suatu konsep tata pemerintahan yang di dalamnya negara tidak boleh lagi memegang peranan yang terlalu mendominasi urusan rakyatnya di dalam seluruh aspek kehidupan. Jadi,dalam hal ini negara hanya berfungsi sebagai penjaga gawang apabila terjadi kondisi kritis. Dan sebagai konsekuensinya adalah apa yang disebut dengan swastanisasi, desentralisasi, otonomi daerah, dan sebagainya. Segala urusan tidak lagi ditangani negara, tetapi oleh masyarakat sendiri.
Dengan adanya konsekuensi di atas, maka tanggungjawab yang dibebankan oleh rakyat kepada negara dalam berbagai aspek kehidupan menjadi terabaikan. Saat ini pendidikan semakin menunjukkan sifat elitisnya, karena pemerintah semakin melepaskan tanggungjawabnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Biaya pendidikan semakin mahal dan hanya dapat dijangkau oleh mereka yang kaya. Rakyat kecil yang miskin dan terlantar semakin terabaikan karena perhatian pemerintah bukan lagi pada soal kemiskinan, tapi pada soal pertumbuhan ekonomi makro yang mengutamakan perusahaan-perusahaan dengan modal besar dan mengesampingkan sektor riil, khususnya sektor informal. Kekayaan alam yang melimpah ruah pun bukannya dimanfaatkan secara produktif dan ekologis, tetapi malah dieksploitasi hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi para pemodal dan tanpa memerhatikan tatanan ekologi. Hukum yang katanya ditegakkan untuk memberantas korupsi dan tindakan-tindakan kriminal secara adil ternyata sebenarnya hanyalah salah satu agenda good governance untuk memuluskan jalan bagi para pemodal atau kapitalis, dan ia belum menunjukkan harapan yang diinginkan. Ia lebih bersifat diskriminatif alias tebang pilih. Politik yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat banyak ternyata tidak lebih daripada ajang perebutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara dan tunduk pada kepentingan para pemodal yang berkuasa.
Akankah Indonesia kian terpuruk dalam menghadapi globalisasi yang sedang berlangsung ini? Entahlah. Namun, menurut saya semua itu tergantung bagaimana rakyat Indonesia dan para elit politik menyikapinya. Kalau kita terus membiarkan keterpurukan ini berlangsung, maka kita akan semakin terpuruk. Begitu pula sebaliknya, apabila kita berbuat sesuatu untuk mengubah semuanya menjadi lebih baik, maka harapan akan Indonesia yang lebih baik ada di tangan kita. Manakah yang kita pilih?
1 comment:
Trim's utk koment anda. Mgkn "undang-undang" blog scr umum mmg spt yg anda sebutkan : utk sharing (bhs anda) pendapat. namun blog yg msh sgt muda (br 15 hari) ini utk smntr saya proyeksikan utk perpustakaan digital pribadi. dan sebisa mgkn bsa d mnfaatkan tmn2 skalian. mskpn bgtu, kdepan sya juga pengin nulis. salam kenal juga..
Post a Comment