PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan salah satu elemen gerakan mahasiswa di Indonesia yang telah lama berkecimpung dalam dunia sosial-politik. Sebagai bagian dari masyarakat sipil (civil society), PMII mempunyai tugas dan peran yang strategis, yaitu dalam rangka turut mendorong dan melakukan transformasi sosial ke arah yang lebih baik. Idealisme yang dibawa oleh PMII adalah cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, plural, toleran, demokratis, dan partisipatif. Hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai dasar pergerakannya (NDP) yang berakar pada pemahaman Islam progresif-kritis-transformatif dan nilai-nilai Indonesia yang plural, toleran, dan demokratis.
Untuk melaksanakan tugas dan peran di atas, PMII haruslah memiliki kapasitas organisasi yang memadai. Artinya, ia harus memiliki kemampuan dalam manajemen organisasi yang baik. Hal itu tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek lainnya seperti kaderisasi dan kepemimpinan. Seperti halnya sebuah peribahasa Arab yang mengatakan bahwa “Kebaikan yang tidak terorganisir dengan baik akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan baik”. Nah, dari sinilah kita dapat mengambil sebuah rasionalisasi yang argumentatif bahwa perlu ada sebuah sistem organisasi yang mencakup segala aspek secara komprehensif dalam rangka mencapai visi dan misi organisasi.
Dalam pengamatan penulis selama ini, PMII belum memiliki sebuah sistem keorganisasian yang sistematis dan komprehensif. Dalam perjalanan pergerakannya, PMII masih bekerja secara ‘acak-acakan’. Kerja-kerja kaderisasi, discourse building, sosialisasi, ataupun yang lainnya masih belum tersistematisasikan dalam sebuah kerangka kerja yang jelas. Akibatnya, masing-masing bagian (ketua, sekretaris, bendahara, dan departemen-departemen) bekerja sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang baik dengan bagian lainnya dan asal-asalan, tanpa visi dan misi yang memadai. Padahal kalau kita mengacu pada AD/ART dan Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII, maka kita dapat menemukan sebuah spirit yang visioner, transformatif, progresif, dan prospektif. Namun ternyata hal tersebut kurang idpahami dan diaplikasikan dalam bentuk program kerja yang sistematis dan komprehensif oleh para kader PMII yang menjalankan roda organisasi. Hal ini, menurut penulis, akan berakibat fatal pada eksistensi dan kontinuitas gerakan PMII sendiri ke depannya.
Lalu, sistem organisasi seperti apakah yang ideal bagi PMII? Menurut penulis, perlu bagi para pengurus PMII di berbagai tingkatan, baik rayon, komisariat, cabang, bahkan pengurus besar untuk membuat perencanaan strategis organisasi (strategic planning). Yang dimaksud dengan perencanaan strategis adalah sebuah sistem pengorganisasian sumber daya organisasi yang ada dengan mempertimbangkan dan diarahkan pada visi, misi, dan tujuan organisasi secara global yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk rencana program kerja gradual (bertahap), di mana masing-masing tahapan memiliki target-target tertentu yang akan dilanjutkan pada tahapan selanjutnya dengan target lanjutan pula.
Sumaryono (2009) menjelaskan bahwa perencanaan strategis merupakan “seperangkat prosedur pengambilan keputusan untuk tujuan dan strategi organisasi dalam kurun waktu yang lama”. Tujuan yang ingin didcapai adalah tujuan strategis (strategic goals), yaitu target-target utama atau hasil akhir yang berkaitan dengan kelangsungan hidup, nilai-nilai, dan perkembangan organisasi. Sedangkan strategi adalah pola tindakan dan alokasi sumberdaya yang didesain untuk pencapaian tujuan organisasi. Lebih mudahnya, perencanaan strategis dapat digambarkan dalam tahapan sebagai berikut :
Dari diagram di atas, kita dapat melihat dan memahmi bahwa proses perencanaan strategis dilakukan dengan tahapan:
a. Merumuskan visi, misi, dan tujuan organisasi
b. Analisis kekuatan dan kelemahan internal serta analisis peluang dan ancaman eksternal (SWOT)
c. Memformulasikan strategi pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi
d. Mengimplementasikan strategi yang telah dibuat
e. Melakukan kontrol dan evaluasi atas implementasi strategi yang ada.
Dengan membuat perencanaan strategis, kinerja pengurus akan lebih efektif, efisien, terarah, sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan (sustainable). Para pengurus yang menjalankan roda organisasi tidak akan kebingungan dalam menentukan langkah-langkah kinerja organisasi, apa yang harus dilakukan, dan kenapa ini atau itu yang harus diprioritaskan. Selain itu, kinerja organisasi tidak akan stagnan atau bahkan mundur karena adanya regenerasi kepengurusan, karena telah dibuat tahapan-tahapan strategis pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Jadi, apakah kita akan tetap berpegang pada cara kerja lama yang tidak sistematis, atau beralih pada sistem organisasi dengan metode perencanaan strategis yang lebih sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan?
Wallahu a’lam bis shawab.
No comments:
Post a Comment