Mochammad Said
Globalisasi
adalah sebuah istilah yang populer bagi masyarakat kita saat ini. Ia menjadi
ungkapan yang menggambarkan proses perubahan dalam mekanisme perekonomian internasional
yang semakin mengglobal, di mana strategi perekonomian yang bersifat nasional
dianggap semakin tidak relevan. Globalisasi dianggap sebagai suatu proses yang
alamiah dan tak dapat terelakkan oleh siapapun.
Namun pertanyaannya, benarkah pengertian
di atas, dan apakah memang demikian kenyataannya?
Kalau
kita cermati secara lebih kritis, pengertian globalisasi ekonomi dalam artian
yang sebenarnya seperti di atas tidaklah sepenuhnya benar. Mengapa?
Karena ada
persoalan-persoalan mendasar dalam apa yang disebut globalisasi, dan inilah
yang ingin dibongkar oleh Paul Hirst dan Grahame Thompson (2001) dalam buku Globalization
in Question yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini. Hirst dan Thompson mempertanyakan
kebenaran dan ketepatan klaim-klaim globalisasi. Bagi mereka, ada lima
persoalan mendasar dalam klaim kebenaran globalisasi tersebut.
Pertama, dalam perekonomian internasional masa kini,
hubungan yang penting tetaplah hubungan antar negara-negara maju, khususnya
anggota OECD. Sedangkan negara-negara yang kurang maju (LDC = less developed
country) atau bahkan negara-negara industri baru (NIC = newly
industrialized country) masih merupakan bagian yang sangat kecil dari
perekonomian internasional. Produsen-produsen utama sedikit banyak sepenuhnya
tergantung pada negara-negara yang lebih maju (MDC = more developed country)
untuk pasar dan investasinya, dan kedudukannya belum banyak berubah setelah
berpuluh-puluh tahun.
Kedua,
perekonomian yang disebut-sebut semakin mengglobal secara radikal pada periode
pasca 1970-an, sebagaimana anggapan banyak orang, sebenarnya patut diragukan.
Mengapa? Karena perekonomian internasional hampir tidak kalah terintegrasi
sebelum 1914 -saat menggunakan sistem kabel telegraf bawah laut- dibandingkan
dengan yang ada sekarang -yang menggunakan sistem satelit yang dikendalikan
komputer. Selain itu, kebijakan nilai tukar mengambang -sebagai salah satu ciri
penting internasionalisasi pasar uang- tidaklah sepenuhnya terjadi. Fakta ini
dapat kita cermati pada beberapa mata uang internasional utama, di mana
sebenarnya mereka merupakan mata uang ‘yang berada di bawah manajemen’. Kenyataan
yang terjadi bukanlah deregulasi, tetapi re-regulasi.
Ketiga,
walaupun terdapat peningkatan volume perdagangan internasional, namun Uni Eropa
secara keseluruhan dan blok negara-negara yang lain masih mengekspor dalam
jumlah sangat rendah menurut proporsi PDB (Produk Domestik Bruto) mereka secara
keseluruhan.
Keempat, jumlah perusahaan internasional berbentuk TNC
masih sedikit. Sebagian besar masih berbentuk MNC (Multi National Company),
yang mempunyai basis nasionalnya masing-masing, dan secara pasif menyesuaikan
diri dengan kebijakan pemerintah nasionalnya masing-masing, bukan
menggerogotinya. Selain itu, pertumbuhan investasi asing langsung, atau yang
disebut dengan FDI (Foreign Direct Investment), dari negara-negara industri
maju ke negara-negara Dunia Ketiga, sampai sekarang tetaplah kecil dan tidak
sesignifikan yang diperkirakan. Hal ini dikarenakan negara-negara industri maju
enggan menginvestasikan dan mengembangkan kegiatan manufaktur intinya ke luar
negeri; mereka relatif lebih memilih aman untuk mempertahankan kemampuannya mendapatkan
nilai tambah di dalam negerinya masing-masing. Dengan demikian, negara-negara
Dunia Ketiga tetap menempati posisi di pinggiran, baik dari sisi investasi
maupun perdagangan.
Kelima,
walaupun terdapat perkembangan yang sangat signifikan pasca 1970-an dalam
pembentukan blok-blok perdagangan dan ekonomi supra-nasional, hal itu tidak
berarti bahwa globalisasi -dalam arti sesungguhnya- benar-benar menggantikan
peranan multilateralisme liberal masa kini dan internasionalisasi kegiatan
ekonomi selanjutnya. Yang terjadi hanyalah apa yang disebut internasionalisasi
perekonomian yang bersifat regional, yang didominasi oleh trilateralisme
AS/NAFTA, Uni Eropa, dan Jepang (dengan atau tanpa rekan-rekannya di sekitar
Pasifik). Di dalamnya pun masih terdapat negosiasi bilateral antar pelaku utama
ini dan pihak-pihak yang lebih kecil, yang disebut dengan istilah
‘minilateralisme’. Kalaupun kenyataan tersebut disebut globalisasi, hal itu
tidaklah sesuai dengan tipe ideal dari globalisasi yang sesungguhnya.
Steger (2005) -dengan menganalisis
pertarungan wacana globalisasi di Amerika Serikat- mengajukan sebuah kritik
bernas dan tajam bahwa sebenarnya globalisasi (yang bermakna positif) adalah
konstruksi wacana dari para pemimpin bisnis dan politik untuk menjajakan agenda
politik mereka, yaitu menyebarkan ideologi pasar neoliberal. Jadi, pengertian
globalisasi itu sendiri tidaklah netral, dan apa yang tampak baik dan positif
dari globalisasi tidaklah sepenuhnya benar. Globalisasi juga memiliki dimensi
normatif dan ideologis yang merupakan bagian dari proses-proses sosial dan
ekonomi.
Dengan demikian, masihkah kita mengamini
kebenaran ‘mitos’ globalisasi?
Tatanan Internasional Baru: Mungkinkah?
Hegemoni globalisasi neoliberal dalam tatanan
internasional mendapatkan perlawanan dari para aktivis anti-globalis sayap kiri
dan kanan sejak 1990an. Mereka membangun wacana kontra-hegemonik yang
diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mengakhiri dukungan diam-diam atau
terbuka mereka terhadap rezim globalisasi neoliberal (Steger, 2005).
Perlawanan
demi perlawanan yang dilancarkan oleh para penentang globalisasi neoliberal
bertujuan utama untuk mendesakkan apa yang disebut dengan reformasi global
menuju “kesepakatan global yang baru” yakni tata ekonomi internasional yang
demokratis dan egaliter (Steger, 2005). Dan salah satu langkah penting untuk
mewujudkan hal tersebut adalah dengan menentang dan merevisi naskah mengenai
globalisasi yang ada saat ini untuk memangkas dominasi gagasan-gagasan
neoliberal di dalamnya, dan menggantinya dengan rumusan etika ekonomi dan
politik global yang lebih demokratis. Memang bukan tugas yang mudah dan
sederhana, namun harus senantiasa diupayakan, bukan?
Daftar Pustaka
Hirst, Paul &
Thompson, Grahame. (2001). Globalisasi Adalah Mitos (terjemahan).
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Steger, Manfred B.
(2005). Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar (terjemahan). Yogyakarta:
Lafadl Pustaka.
1 comment:
ci519 footjoy kläder,veja sneakers,sorel ayakkabı,air jordan suomi ,air jordan romania,sebago docksides,air jordan bulgaria,air jordan sko,sebago ayakkabıgd430
Post a Comment